Powered by Blogger.

Translate

Flag Counter

Blogroll

BEDOUINS OF BANTEN-INDONESIA(SUKU BADUY)

Bedouins / Bedouin is a sub-group of indigenous peoples in Indonesia Sundanese, and they are one of the groups that implement isolation from the outside world.

MT. PULOSARI OF PANDEGLANG-INDONESIA

volcano in Pandeglang, Banten, Indonesia. Although no data eruptions that have occurred, but there is fumaroles activity that occurs in the caldera wall with a depth of 300 meters.A height of 1.346 meters (4.416 feet).

SHARK TEETH BEACH OF LAMPUNG - INDONESI

Taper-shaped cluster of rocks scattered among the waves. The shape resembles a shark's teeth are pointy so called Shark Tooth Beach.This beach is a hidden paradise for its beauty sneak in isolated locations and not many visitors.

KARANGANTU COASTAL FISHING PORT BANTEN - INDONESIA

Karangantu port is the second largest port after port of Sunda Kelapa in Jayakarta said Tom Pires, a merchant who also pharmacists from Portugal.It is recorded in the book "Understanding of Historical and Archeological City of Banten Lama" by Uka Tjandrasasmita, Hasan M Ambary, and Hawany Michrob..

MY ADVENTURE

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Search This Blog

Friday, 6 November 2015

KPGBS ON MT. LEMBU (780 MDPL)



Gunung Lembu terletak di Kp. Panunggal RT 006/003 Ds. Panyindangan Kec. Sukatani Purwakarta. dapat dikunjungi dengan mengambil rute keluar tol Ciganea-Purwakarta, belok kanan ke arah jalan raya Sindangkasih tinggal mengikuti jalan dan petunjuk yang ada sampai tiba di pos pelaporan. Gunung Lembu dengan ketinggian 780 mdpl,namun Jangan tertipu oleh ketinggiannya, Gunung Lembu memberikan jalur pendakian yang cukup menantang dan melatih otot-otot kaki kita. 

 Di Pos Pendakian kita wajib mendaftar pada tanggal berapa kita naik dan berapa orang peserta rombongan pendakian. Di pos tersebut kita akan diberikan peta jalur pendakian untuk membantu menunjukan pilihan jalur.Jika ingin memilih jalur mendaki yang cukup menantang dengan kemiringan tanah sekitar 60 derajat anda bisa mengambil jalan lurus Batu Lembu. Jalur lain adalah melalui Pasirompang yang memberikan jalur sedikit memutar dan cukup landai. Pos Air Pasirompang menyediakan saung-saung, rumah pohon, mushola sederhana dan akses air untuk para pendaki beristirahat.


Pernah terpikir untuk menatap waduk Jatiluhur dari ketinggian? Selama ini memang tidak pernah terlintas ada dataran tinggi di sekitar waduk dengan pemandangan hampir 180 derajat. Nyatanya di sekitar waduk terdapat beberapa gunung yang bisa di daki dengan view langsung menghadap ke waduk Jatiluhur ini. Yang bisa kami petakan di sisi Purwakarta adalah Gunung Bongkok, Parang dan Lembu, ketiganya memiliki ketinggian rata-rata 700-1000 mdpl, hanya Lembu yang memiliki tingkat kesulitan paling mudah dan bisa di daki tanpa perlu keahlian khusus. 

Melewati gapura, tanjakan dengan kemiringan 45 derajat menembus hutan bambu langsung menyambut, Tanjakan ini mampu membuat mental orang down di awal pendakian. Kurang lebih 25 menit perjalanan terus menanjak, 

Setelah itu akan menemukan tanah lapang dengan gazebo di samping pohon jengkol. Katanya di tanah lapang ini sering digunakan oleh warga sekitar untuk menggembalakan sapi sehingga dari situlah muncul nama gunung Lembu.
Tanjakan ke 2 ini berlangsung sekitar 25 menit lagi, setelah itu jalur datar menyambut dengan ditandai makam keramat Mbah Jongrang Kalipitung, disinilah puncak pertama dari Gunung Lembu. 


Dari sini perjalanan sudah lebih mudah tapi cukup menantang karena kami harus menyusur jalan setapak dengan jurang di kanan kiri. Perjalanan menantang seperti ini akan terus menemani sampai bertemu di puncak kedua yang ditandai dengan makan keramat Mbah Raden Suryakencana.

Setelah melewati Punggung 3 dan jalur berbatu, kita akan menemui lokasi perkemahan yang cukup kecil. Untuk menikmati panorama alam, kita harus turun kembali menuju Batu Lembu. Di Batu Lembu yang luas ini kita bisa menyaksikan Waduk Jatiluhur, Tebing Parang dan alam sekitar.

Gunung Lembu, relatif mudah untuk yang biasa mendaki gunung. Karena masih minimnya trayek angkutan umum menuju desa Panyindangan, kita bisa menyewa pick up untuk sampai basecamp titik pendakian terdekat. Pemandangan di Puncak Batu Lembu tersaji sangat indah, membuka hari melihat elok sang mentari jadi kegiatan kami di puncak. panorama alamnya yang sangat indah, kitabisa melihat keindahan Waduk Jatiluhur dari ketinggian. Jika malam hari kita bisa melihat lampu - lampu karamba yang menyala seperti layaknya citylight





----SALAM LESTARI-----













PESONA INDAH GUNUNG KARANG

Gunung Karang mungkin tak  seangker Gunung Anak Krakatau yang berada di tengah laut perbatasan Pandeglang-Lampung, Provinsi Banten. Ketinggiannya juga tidak setinggi gunung gunung lain yang ada di Provinsi Jawa Barat, seperti Gunung Pangrango, Papandayan, Ciremai, Salak, atau Halimun. Tetapi di balik semuanya ada mitos dan fakta menarik tentang Gunung Karang yang berada di Kabupaten Pandeglang.
Sebetulnya, Gunung Karang itu merupakan gunung berapi aktif, dan bagaikan raksasa yang sedang terdiam, tertidur di Pandeglang, Provinsi Banten. Ketinggiannya hanya 1.778 mdpl atau meter di atas permukaan laut. Untuk bisa sampai ke puncak gunung itu dari pusat Kota Pandeglang hanya membutuhkan waktu sekitar 3 (tiga) jam dengan berjalan kaki.

Medan yang dilaluinya pun mudah, tidak begitu terjal, namun dibutuhkan kehati-hatian karena jalannnya licin jika musim penghujan. Medan menuju puncak gunung itu sangat teduh, karena kiri-kanan jalan dihiasi pepohohonan rindang dan akar-akar pohon yang cantik seperti hiasan bonsai.

Suasana indah pun dapat dirasakan bagi warga Kota Pandeglang saat menjelang pagi hari. Dari Alun-alun Pandeglang tampak nyata gunung itu terlihat hijau dan sejuk serasa saat melihat lukisan Gunung Karang yang banyak dibuat para pelukis lokal.
Panorama indah akan terasa bagi pendaki gunung. Udara sejuk, angin sepoy-sepoy menyempurnakan kemurnian alam yang dapat dinikmati setiap orang yang menaiki gunung itu.

Dari atas kaki gunung itu, tampak jelas terlihat pusat Kota Pandeglang. Bahkan, lapangan alun-alun dan Masjid Agung Arrohman pun tampak terlihat dari kejauhan saat kita berdiri di kaki Gunung Karang di Pasir Angin.
Selain ada wisata riligi seperti sumur tujuh, makam keramat, juga gunung itu merupakan kawasan hutan lindung yang harus dijaga dan dilestarikan. Namun apa yang terjadi, pemerintah seolah belum gereget melindungi hutan di gunung itu, sehingga sekarang kondisi hutannya memprihatinkan. Banyak blok-blok hutan di kaki gunung itu menjadi gundul. Ini jangan dibiarkan, karena berdampak terhadap longsor dan bencana lainnya. Ada pepatah orang tua dulu, gunung itu pasaknya bumi. Apabila gunung dirusak, suatu saat akan mendatangkan bencana bagi manusia itu sendiri. "Saya harap pemerintah bisa menjaga dan melestarikan gunung itu baik membangun infrastruktur menuju lokasi wisata itu sampai pada rencana penataan wisata gunung,"
Pendakian Gunung Karang 

Gunung Karang saat ini telah dilirik oleh banyak orang untuk melakukan kegiatan pendakian, walau gunung ini terbilang tidak terlalu tinggi namun tantangan dalam menyusuri jalan menuju puncak menjadi tantangan tersendiri. Pada umumnya jalur pendakian Gunung Karang yang diketahui ada 2 jalur, yang pertama melewati Desa Kaduengang, yang kedua Jalur Pagerwatu/Ciekek. Namun apabila melihat pendakian dalam rangka wisata ziarah, ada jalur lain yaitu Jalur Curug Nangka/Ciomas.

Kaduengang, Jalur Barat
Jalur Kaduengang merupakan jalur pendakian paling digemari oleh para pendaki karena trek menuju puncak lebih pendek namun memiliki trek begitu menantang. Di dusun ini juga para pendaki dapat melihat indahnya gemerlap kota Serang dan Pelabuhan Merak. Waktu tempuh dari Kaduengang biasanya akan mengahabiskan 2 - 6 jam untuk mencapai Puncak Sumur Tujuh tergantung kondisi cuacanya. Setelah anda datang ke Dusun Kaduengang, pendakian dimulai dengan jalan desa yang menanjak, pos 1 ditandai dengan adanya menara tower dekat rumah salah satu sesepuh yang dapat pendaki minta untuk memimpin berziarah, karena sebelum melanjutkan pendakian disarankan agar berziarah terlebih dahulu ke makam Pangeran TB. Jaya Raksa, makam tersebut berada tepat di sebelah kanan jalur pendakian.




Pos 1 (Menara)
Pos 2 (Hutan 1)
Pos 3 (Tanah Gelap)
Pos 4 (Tanah Petir)
Pos 5 (Hutan 2/Anggrek) akan ada persimpangan di pos ini, arah kanan menuju Curug Nangka/Ciomas dan arah kiri menuju Puncak.

Gunung Karang memiliki hutan hujan tropis, di Jalur Kaduengang ini kawasan hutan terbagi menjadi 2, Hutan 1 dan Hutan 2. Hutan 1 merupakan hutan yang tidak terlalu lebat, letaknya masih disekitar ladang penduduk. Sedangkan Hutan 2, merupakan kawasan hutann lindung, dalam hutan ini banyak ditemui tumbuhan anggrek hampir sepanjang jalan, dan juga di hutan ini sering tertutup kabut tebal, keadaan yang lembab dan dipenuhi akar-akar pohon besar menghiasi perjalanan ketika memasuki hutan 2 ini.
Pagerwatu/Ciekek, Jalur Selatan
Jalur Pagerwatu/Ciekek tidak terlalu menjadi favorit bagi para pendaki, walaupun kondisi trek dari jalur ini cukup lebih landai daripada via Kaduengang namun membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar 7 - 8 jam untuk menuju puncak.

Curug Nangka/Ciomas
Jalur ini sangat tidak populer bagi para pendaki, karena jalur ini merupakan jalur para peziarah yang akan menuju Puncak Gunung Karang. jalur ini cukup jauh karena dimulai dari bawah lereng dan memerlukan waktu sekitar 20 jam - 1 hari perjalanan untuk mencapai puncak.

Sejak terbentuknya Provinsi Banten, pemerintah setempat menggalakkan promosi wisata. Dan, Gunung Karang menjadi salah satu objek wisata yang diharapkan mampu menarik wisatawan dengan potensi wisata spiritual yang dimilikinya. Sebelumnya, wisata Banten bertumpu pada kawasan wisata spiritual peninggalan Sultan Banten yang terletak di Banten Lama, Kabupaten Serang. Di tempat itu, para wisatawan biasanya mengunjungi Benteng Surosowan, Mesjid Agung, Klenteng Kuno, dan kompleks makam keluarga Sultan Hasanudin.

Legenda Gunung Karang 

Di atas Gunung Karang ini ada keajaiban alam yang mungkin jarang di temukan di tempat-tempat yang lain. Pada umumnya sebuah mata air sering kita jumpai di kawasan lereng atau di kaki sebuah gunung, namun sungguh kuasa Allah Swt di Gunung Karang mata air itu benar-benar muncul di puncang gunung tersebut. Mata air tersebut muncul menjadi 7 (tujuh) sumber, yang oleh penduduk sekitar disebut dengan nama “sumur tujuh”.
Ada keyakinan yang muncul dalam masyarakat, bahwa air sumur tujuh mempunyai khasiat  yaitu untuk membersihkan diri dari gangguan energi-energi negative. Caranya adalah dengan berdoa dan mandi keramas di sumber air tersebut. 

Usul punya usul, sejarah sumur tujuh gunung karang adalah bermula dari pada penaklukan Batara Pucuk Umun oleh Sultan Banten Maulana Hasanudin. Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat.

Setelah setengah perjalanan beliaupun mendaki gunung Munara yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke Cirebon.

Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam.

Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan Maulana Hasanuddinpun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Mas”. Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda Ki Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin ini.

Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.

Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat Pucuk Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua.

Maka berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun berada,  Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman. Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. 

Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua Islamlah, masuklah kamu ke agama  Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan Pucuk Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.

Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan memiliki raut mirip jalak putih.

Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin.

Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin,  ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja. Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin.

Sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya Pucuk Umun pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya  “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.

Ada kisah lain, bahwa setelah pucuk umun dikalahkan dalam adu ayam dengan sultan Hasanudin, pucuk umun kemudian tidak mau menepati janjinya untuk tunduk dan memeluk agama Islam, akan tetapi kabur ke gunung karang, kemudian di kejar oleh sultan Hasanudin dan dalam pegejarannya, sultan Hasanudin beristirahat di sebuah tempat yang dinamakan Pandohokan (panohokan)  yang terletak di Desa Kaduengang.

Alkisah, pengejaran pucuk umun sampai ke puncak gunung karang dan akhirnya pucuk umun mengaku kalah adu kesaktian dengan sultan Hasanudin, dan Pucuk Umun juga tetap tidak mau memeluk agama Islam tetap mempertahankan keyakinan pada ajaran nenek moyang (sunda wiwitan), akhirnya Pucuk Umun undur pamit setelah mengaku kalah dan kemudian bermukim di Ujung Kulon sampai akhir hayatnya. Adapun pengikutnya yang loyal, memutuskan untuk memisahkan diri dari masyarakat Islam. Mereka menetap di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak sampai sekarang sebagai satu komunitas yang melanggengkan ajaran Sunda Wiwitan.

Hikayat munculnya sumur tujuh tersebut di Gunung Karang merupakan tempat peristirahatan sultan Hasanudin setelah mengejar dan menaklukan Pucuk Umun, air pada sumur tersebut dijadikan sebagai air minum sultan Hasanudin.

Itulah hikayat sumur tujuh yang masih ada kaitannya dengan sultan Hasanudin ketika menaklukan Pucuk Umun, bagi masyarakat muslim yang hendak mendaki gunung karang dengan tujuan akhir yaitu puncak gunung karang yang terdapat sumur tujuh.

MAKAM DI PUNCAK GUNUNG KARANG

Melihat gunung karang yang terbaring diam,tidak berlebihan jika kita menjulukinya sang raksasa yang tengah tertidur tenang, dengan berbagai potensi yang terpendam dalam.bukan saja karena potensi letusan berapi aktif,namun juga potensi wisata yang masih belum tergali secara maksimal.Hal yang tepat apabila pemerintah setempat menggalakan promosi gunung karang menjadi kawasan wisata bergengsi, sebab gunung ini memiliki ragam objek kunjungan dengan membangun infrastruktur, sarana dan prasarana yang memadai diharapkan untuk kedepannya wisata ini akan lebih dilirik lagi oleh wisatawan lokal maupun non lokal.
SUMUR 7
JALAN MENUJU PUNCAK