Gunung Rajabasa adalah gunung berapi dengan kerucut vulkanik yang terdapat
di Selat Sunda di bagian tenggara dari Sumatera, terletak di Kabupaten Lampung
Selatan, Provinsi Lampung. Memiliki puncak kawah
dengan lebar 500x700 meter dengan bagian daratan berawa, gunung berapi
diselimuti dengan berbagai vegetasi. Walaupun aktivitas fumarol terjadi di bagian kaki dan lereng gunung.
Terjadi kenaikan aktivitas yang dilaporkan terjadi pada April 1863 dan Mei 1892
serta tidak diketahui kapan terjadi erupsi. Gunung Rajabasa kurang lebih
berjarak 5 km dari Kota Kalianda ke arah selatan,
terletak tidak jauh dari pantai sehingga gunung ini bisa terlihat dari laut
pada penyeberangan Merak - Bakauheni. Dengan ketinggian 1,281 mdpl
Kami berangkat dari Sumur Kumbang,
desa di kaki Gunung Rajabasa. Kampung ini berjarak 5 kilometer dari Kalianda,
ibukota Lampung Selatan dan dihuni warga suku Sunda.kebetulan itu adalah
kampung kakek dan nenek yang juga tempat lahirnya ayah saya.
Dari informasi yang saya dapat
sebelum melakukan pendakian,Total waktu pendakian sekitar 6-8 jam
perjalanan.Namun saya beserta rombongan mampu mencapai puncak dalam waktu
4 jam saja, Ada sekitar 5 pos hingga ke Puncak. Dan jarak setiap
pos kurang lebih berjarak 1 km.
Cukup banyak tempat untuk mendirikan
tenda selama jalur pendakian. Bekal air sebaiknya dipersiapkan sebelum naik .
Masih banyak sumber mata air sebelum pos 1, setelah itu, tidak ditemukan sumber
air. seperti yang kami alami, kehabisan stock air bersih saat mencapai puncak.
Akibatnya kami harus menahan haus dan mengalami dehidrasi hingga kembali turun
ke pos 1 yang terdapat mata air.
|
mata air di pos 1 |
Selama mendaki hingga Pos 1,
dijumpai banyak mata air. Para pendaki selalu memakai air itu untuk bekal
berkemah. Airnya jernih dan bersih, bisa langsung diminum tanpa terlebih dulu
direbus. Mata-mata air itu selama ini menjadi sumber air bersih bagi warga yang
tinggal di kaki Gunung Rajabasa. Sebagai kawasan lindung, Gunung Rajabasa punya
banyak fungsi ekologi. Di antaranya pengatur tata air, penstabil iklim,
pencegah banjir, pengendali erosi, dan penjaga kesuburan tanah. Jasa lingkungan
itu dinikmati warga 4 kecamatan dan 39 desa di Kabupaten Lampung Selatan.
Karena itu, kerusakan hutan lindung seluas 4.900 hektare ini pasti berdampak
buruk bagi mereka. Berbagai bencana alam dan kemiskinan merupakan ancaman yang
sewaktu-waktu hadir. Sebelum mencapai Pos 1ada makam Syeh Mansyur, yang
dikeramatkan. Tokoh dari Sunda ini perintis lahirnya Desa Sumur Kumbang.
sesepuh desa juga mewanti-wanti pendaki agar tidak menebang pohon. Jalan kaki
dari Desa Sumur Kumbang ke Pos 1 memakan waktu sekitar 1 jam. Di kiri kanan
jalur pendakian terdapat kebun cokelat, kopi, lada, dan durian, milik warga.
Orang yang belum pernah mendaki ke puncak Gunung Rajabasa, jangan coba-coba
naik tanpa dipandu warga di sana. Sebab, risiko tersesat sangat besar. Jangan
terjebak untuk terus naik mengikuti trek. Di sini banyak jalan yang biasa
dilalui warga untuk menuju gubuk di kebun mereka. Salah memilih jalur, maka
akan terjebak di jalur buntu sehingga pendaki harus balik lagi. Selain
menghabiskan waktu dan tenaga, peluang tersesat juga besar sekali.
|
pos 1 di siang hari |
|
pos 1 di siang hari |
|
Sampai di Pos 1, kami membersihkan
diri di mata air yang jernih. Stamina harus dipulihkan setelah berjalan kaki 1
jam karena medan selanjutnya makin berat. Di sini udara belum terlalu dingin
karena ketinggiannya baru mencapai 549 mdpl. Menuju Pos 2 jalur cukup jelas.
Tetapi trekingnya kian terjal. Banyak jalur yang tertutup batu-batu besar dan
pohon tumbang. Kebun warga sudah tidak ada di sini. Semuanya vegetasi hutan
yang rapat.
di Pos 2. Ia berupa dataran yang
cukup untuk mendirikan dua tenda buat berkemah. Di sini kami kembali
beristirahat, melemaskan otot paha dan betis. Tak lupa memeriksa tubuh
kalau-kalau ada pacet menempel. Maklum, Gunung Rajabasa memang dikenal sebagai
gudangnya binatang kecil pengisap darah itu. Beristirahat sekitar 10 menit,
kami melanjutkan perjalanan ke Pos 3. Jarak dari Pos 2 ke Pos 3 sesungguhnya
pendek, tetapi medannya makin berat. Jalur benar-benar tertutup rapat oleh
vegetasi. Di sini udara makin dingin. Maklum saja, ketinggian sudah hampir
mencapai 1.000 mdpl. Pohon-pohon semuanya berlumut karena udaranya lembab
akibat sinar matahari sulit menembus tajuk-tajuk pohon yang menutup rapat.
Jurang di sisi kanan dan kiri membuat pendaki wajib ekstra hati-hati kalau mau
selamat. Sementara jalurnya sempit, hanya cukup untuk pijakan kaki. Tanahnya
mudah runtuh. Kamipun beberapa kali mesti melompati batang kayu tua dan
licin yang roboh merintangi jalur
Sampai Pos 3, kami kembali
beristirahat lima menit untuk melemaskan otot. Tetapi paha dan betis tentu
tidak bisa terus dipaksa. Merasa cukup segar, kami meneruskan perjalanan ke Pos
4. Tetapi, lagi-lagi, jalurnya makin berat. Kami mesti melalui trek di bibir
kawah. Tidak ada benda kering di sepanjang perjalanan menuju Pos 4. Tanah,
batu, dan pohon, semuanya basah karena udara yang lembab.
Sampai Pos 4,
perasaan gembira hadir mengganti
fisik yang lelah bukan main akibat berjalan kaki. Jarak ke puncak sudah dekat,
sekitar 20 meter lagi. Tetapi beristirahat tetap dibutuhkan. Sebab, meskipun
jarak sudah dekat, untuk naik ke puncak treknya curam dengan kemiringan hampir
90 derajat. sampailah kami ke puncak Gunung Rajabasa, Dari sini, bisa terlihat
pemandangan dua sisi pantai. Sedangkan dua sisi lainnya tampak pepohonan yang
lebat dan angker. Puncak ini tidak terlalu luas, hanya berupa dataran rumput
memanjang, cukup untuk dipasang 3 tenda.
|
puncak rajabasa |
|
puncak rajabasa |
Di puncak ada jalur turun menuju
kawah yang sudah menjadi danau,dan waktu tempuh sekitar 30 menit dari puncak
jika berjalan cepat. Jalur menuju kawah hampir sama seperti cikuray,saat dada
bertemu paha.karena kontur tanah yang lembab di jalur menuju kawah,tidak
diherankan jika disitu menjadi sarang PACET atau sejenis lintah darat penghisap
darah,Habitat pacet biasanya sering ditemukan pada lingkungan hutan hujan
tropis, dimana dalam kondisi lingkungan yang lembab. Kehadirannya sering
ditemui pada ujung-ujung daun, batang pohon, jalur pendakian, rumput ataupun
pada tempat lainnya yang notabene masih memiliki kelembaban..seperti yang saya
beserta rombongan alami,saat itu teman yang berasal dari ambon melepas sepatu
dan berjalan tanpa alas kaki,tanpa sengaja saya melihat kearah kakinya dan
ternyata di kakinya sudah terdapat pacet yang sedang menghisap darah,kemudian
saya berbisik ke salah satu rombongan yang juga adik kandung saya bahwa di kaki
teman terdapat pacetnya.saya sengaja tidak memberitahu karena saya yakin
teman-teman akan histeris ,terutama teman yang sedang di hisap darahnya
hehehe,,, tapi rupanya si teman mendengar bisik-bisik kami dan pensaran
bertanya ada apa?? Kami bilang tidak ada,untuk menenangkan suasana. Tapi
ternyata, dia melihat kearah kakinya dan dia langsung teriak histeris.sontak
saja teman-teman yang lain pun menjadi kaget dan suasana menjadi gaduh dan
saling mengamati sepatu masing-masing. Setelah diyakini bahwa di sepatu mereka
pun terdapat si PACET mereka lari kocar-kacir,tungang-langgang sambil
teriak-teriak ketakutan ditengah rimbunnya pepohonan yang jarang dijamah oleh
orang. Hasil gigitan pacet ini sebenarnya tidak berbahaya karena efeknya hanya
berupa gatal. Dan hal itu membuat saya ketawa cekikikan,, yang kebetulan saya
berada dibagian belakang.
|
operasi pengambilan pacet yang ada di kaki teman hehehe |
Hingga akhirnya kami pun sampai di kawah, dan beristirahat
di batu cukup, Kabarnya, berapapun banyak orang yang naik ke atas batu tersebut
akan selalu cukup dan tertampung di atasnya. Kawah selebar 500 x 700 meter ini
berupa danau berawa yang menjadi bukti Gunung Rajabasa pernah meletus. Tetapi
sampai sekarang tidak ada yang tahu persis kapan erupsi itu terjadi. Ada yang
melaporkan aktivitas gunung api ini meningkat pada bulan April 1863 dan Mei
1892. Pusat mistis Gunung Rajabasa sendiri berada di kawah terutama sekitar
Batu Cukup ini.Danau tersebut menjadi tujuan utama bagi penduduk lokal maupun
orang yang khusus datang untuk berziarah
|
batu cukup |
Setelah puas berfoto-foto dan
menikmati alam dan pemandangan, akhirnya kami memutuskan untuk berkemas pulang
pukul 4 sore,dan dalam perjalanan pulang kami bertemu dengan kk aji dan
kawan-kawan anggota dari CICAK LAMPUNG (Comunitas Cinta Alam Kalianda) ,dan
kami pun berbincang-bincang hingga pos 1. betapa senangnya kami,akhirnya bisa
menemukan air di pos 1 untuk minum dan memasak mie instan. makasih ya kk aji
dkk. untuk kompor dan sendoknya,,, walaw aku gak kebagian sendok dan akhirnya
pake daun coklat makannya.hehhehe,,,
Salam Lestari ,,,,
Salam Lestari,,,,
0 komentar
Post a Comment