Powered by Blogger.

Translate

Flag Counter

Blogroll

BEDOUINS OF BANTEN-INDONESIA(SUKU BADUY)

Bedouins / Bedouin is a sub-group of indigenous peoples in Indonesia Sundanese, and they are one of the groups that implement isolation from the outside world.

MT. PULOSARI OF PANDEGLANG-INDONESIA

volcano in Pandeglang, Banten, Indonesia. Although no data eruptions that have occurred, but there is fumaroles activity that occurs in the caldera wall with a depth of 300 meters.A height of 1.346 meters (4.416 feet).

SHARK TEETH BEACH OF LAMPUNG - INDONESI

Taper-shaped cluster of rocks scattered among the waves. The shape resembles a shark's teeth are pointy so called Shark Tooth Beach.This beach is a hidden paradise for its beauty sneak in isolated locations and not many visitors.

KARANGANTU COASTAL FISHING PORT BANTEN - INDONESIA

Karangantu port is the second largest port after port of Sunda Kelapa in Jayakarta said Tom Pires, a merchant who also pharmacists from Portugal.It is recorded in the book "Understanding of Historical and Archeological City of Banten Lama" by Uka Tjandrasasmita, Hasan M Ambary, and Hawany Michrob..

MY ADVENTURE

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Search This Blog

Thursday, 23 July 2015

BUKIT RADEN SANGIANG TUNGGAL - LEUWIDAMAR LEBAK - BANTE

 jika mencari tempat ngetrip atau liburan yang hemat, camping ke Bukit Raden Sangiang Tunggal juga bisa asik dan mengesankan. Pasalnya selain pemandangan di sekitar lokasi yang indah, dikelilingi perkebunan sawit.Bukit yang terletak di daerah Leuwidamar ,kecamatan Lebak, Provinsi Banten ini juga sangat menarik untuk dukunjungi oleh traveler yang gemar mendaki atau sekedar menikmati pesona alam. Bukit ini tidak jauh dari objek wisata KAMPUNG BADUY.  

Pemandangan disini bertolak belakang dengan gunung yang indah, dan perbukitan kebun kelapa sawit. disini pemandangan lepas,bisa menikmati bagian dari cakrawala dan indahnya . harus diperhatikan, karena suasana di atas bukit ini terkadang suhu udara sangat dingin menusuk tulang di malam hari, sebaiknya jaket dan selimut serta topi gunung harus dipersiapakan. api unggun juga bisa dipersiapkan untuk mengurangi rasa gigitan udara malam hari. Dan tentunya kalau tidak mau manyun di tengah malam, persiapan seperti air minum, teremos buat air hangat untuk sedu kopi atau teh, dan bekal cemilan jangan sampai ketinggalan.

Kontur Bukit yang berkelombang berliku ini tidak hanya enak untuk camping mendirikan tenda di atas bukitnya, karena ternyata jalanan tanah menuju lokasi juga sangat menantang untuk dijadikan arena Offroad, baik itu motorCross maupun dari jenis Jeep.

Malam itu kami habis kan waktu untuk mengobrol dan bernyayi bersama dengan diiringi sebuah gitar yang kami bawa.

Pada pagi hari, tentu saja bisa menyaksikan secara keseluruhan bagaimana mentari bergerak dari balik bukit sampai akhirnya benar-benar menghiasi langit dengan rona jingga. Melihat awan dan kabut yang awalnya menyelimuti pandangan mata, Hingga perlahan menyingkir dan memperlihatkan sebagian besar bukit. Termasuk munculnya pemandangan bukit dan gunung lain, meski hanya tampak sangat mini.

Jika ingin mengincar dua fenomena cantik sekaligus, yakni matahari terbit dan terbenam. Anda juga harus meluangkan waktu lebih banyak. Berkemah menjadi solusinya. Berangkat siang hari, untuk menyaksikan sunset saat senja. Mendirikan tenda, dan menantikan mentari terbit keesokan harinya, kemudian baru kembali turun

Himbauan lama yang selalu didengungkan tapi sering kali kita lupakan. Di semua tempat, tentu saja aturan untuk menjaga kebersihan disampaikan. Tetapi belum tentu dilakukan. Membawa sampah kembali turun dan berhati-hati membuat api unggun adalah dua aturan utama yang biasanya diberlakukan untuk menjaga kelestarian, .Jangan sampai datang ke sana dengan membawa berbagai macam perbekalan, kemudian meninggalkan sampah begitu saja.














------------SALAM LESTARI-----------

Wednesday, 22 July 2015

GUNUNG KARANG-PANDEGLANG BANTEN (1.778 mdpl)

gunung karang di lihat dari karangantu-serang
Gunung Karang terletak di Pandeglang, Banten, Indonesia. Gunung ini masuk kedalam kelompok Stratovolcano yang memiliki potensi meletus. Gunung Karang memiliki ketinggian 1778 Mdpl dengan Puncaknya yang bernama Sumur Tujuh, dan gunung ini juga menjadi lokasi wisata ziarah favorit di Provinsi Banten.
Gunung Karang saat ini telah dilirik oleh banyak orang untuk melakukan kegiatan pendakian, walau gunung ini terbilang tidak terlalu tinggi namun tantangan dalam menyusuri jalan menuju puncak menjadi tantangan tersendiri. Pada umumnya jalur pendakian Gunung Karang yang diketahui ada 2 jalur, yang pertama melewati Desa Kaduengang, yang kedua Jalur Pagerwatu/Ciekek. Namun apabila melihat pendakian dalam rangka wisata ziarah, ada jalur lain yaitu Jalur Curug Nangka/Ciomas.

  • Kaduengang, Jalur Barat
Jalur Kaduengang merupakan jalur pendakian paling digemari oleh para pendaki karena trek menuju puncak lebih pendek namun memiliki trek begitu menantang. Di dusun ini juga para pendaki dapat melihat indahnya gemerlap kota Serang dan Pelabuhan Merak. Waktu tempuh dari Kaduengang biasanya akan mengahabiskan 4 - 6 jam untuk mencapai Puncak Sumur Tujuh tergantung kondisi cuacanya. Setelah anda datang ke Dusun Kaduengang, pendakian dimulai dengan jalan desa yang menanjak, pos 1 ditandai dengan adanya menara tower dekat rumah salah satu sesepuh yang dapat pendaki minta untuk memimpin berziarah, karena sebelum melanjutkan pendakian disarankan agar berziarah terlebih dahulu ke makam Pangeran TB. Jaya Raksa, makam tersebut berada tepat di sebelah kanan jalur pendakian.
    • Pos 1 (Menara)
    • Pos 2 (Hutan 1)
    • Pos 3 (Tanah Gelap)
    • Pos 4 (Tanah Petir)
    • Pos 5 (Hutan 2/Anggrek) akan ada persimpangan di pos ini, arah kanan menuju Curug Nangka/Ciomas dan arah kiri menuju Puncak.
Gunung Karang memiliki hutan hujan tropis, di Jalur Kaduengang ini kawasan hutan terbagi menjadi 2, Hutan 1 dan Hutan 2. Hutan 1 merupakan hutan yang tidak terlalu lebat, letaknya masih disekitar ladang penduduk. Sedangkan Hutan 2, merupakan kawasan hutann lindung, dalam hutan ini banyak ditemui tumbuhan anggrek hampir sepanjang jalan, dan juga di hutan ini sering tertutup kabut tebal, keadaan yang lembab dan dipenuhi akar-akar pohon besar menghiasi perjalanan ketika memasuki hutan 2 ini.
  • Pagerwatu/Ciekek, Jalur Selatan
Jalur Pagerwatu/Ciekek tidak terlalu menjadi favorit bagi para pendaki, walaupun kondisi trek dari jalur ini cukup lebih landai daripada via Kaduengang namun membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar 7 - 8 jam untuk menuju puncak.
  • Curug Nangka/Ciomas
Jalur ini sangat tidak populer bagi para pendaki, karena jalur ini merupakan jalur para peziarah yang akan menuju Puncak Gunung Karang. jalur ini cukup jauh karena dimulai dari bawah lereng dan memerlukan waktu sekitar 20 jam - 1 hari perjalanan untuk mencapai puncak.

Potensi Wisata



Pemandian Cikoromoy dan Gunung Karang
Sejak terbentuknya Provinsi Banten, pemerintah setempat menggalakkan promosi wisata. Dan, Gunung Karang menjadi salah satu objek wisata yang diharapkan mampu menarik wisatawan dengan potensi wisata spiritual yang dimilikinya. Sebelumnya, wisata Banten bertumpu pada kawasan wisata spiritual peninggalan Sultan Banten yang terletak di Banten Lama, Kabupaten Serang. Di tempat itu, para wisatawan biasanya mengunjungi Benteng Surosowan, Mesjid Agung, Klenteng Kuno, dan kompleks makam keluarga Sultan Hasanudin.
  • Batu Quran
  • Pemandian Cikoromoy
  • CAS Cikole
  • Pemandian Air Hangat Cisolong





















Tuesday, 21 July 2015

JEMBATAN AKAR SUKU BADUY


Suku Baduy atau orang Kenekes merupakan salah satu suku pedalaman yang ada di Indonesia. Suku Baduy bermukim di Kabupaten Lebak, Banten. Masyarakat Suku Baduy masih menjaga adat istiadat nenek moyang mereka.

Suku Baduy juga merupakan satu di antara beberapa suku pedalaman di Indonesia yang menutup diri dari dunia modern. Alasannya, Suku Baduy memilih hidup selaras dengan alam.

Masyarakat Suku Baduy bermukim di kaki gunung Kendeng, Desa Kenekes. Berkunjung ke pemukiman masyarakat Suku Baduy bukanlah hal yang mudah, jalan yang terjal dan medan jalan yang merupakan perbukitan merupakan tantangan tersendiri.

Di era modern ini, masyarakat Baduy memilih untuk menutup diri dengan segala perkembangan teknologi. Mereka hidup dengan mengandalkan hasil bumi dan hutan tempat mereka dilahirkan. Bahkan suku ini tidak menggunakan paku serta alat bantu lainnya dalam membuat rumah. Hebat ya?

Jika Suku Maya di Mesir dikenal dengan bangunan piramidnya, maka Suku Baduy terkenal dengan bangunan jembatan akarnya. Jembatan akar? Ya, jembatan itu terbuat dari dua akar pohon yang saling terhubung.

Jembatan akar Baduy ini bahkan tidak menggunakan paku atau alat perekat lainnya. Jembatan akar ini terbentang di atas sungai selebar 30 cm. Keberadaan dari jembatan akar ini menjadi penghubung antara dunia luar dan Suku Baduy. Salah satu rute yang akan dijumpai ketika akan masuk ke daerah Suku Baduy adalah jembatan akar tersebut.
jembatan ini berfungsi sebagai sumber penghubung utama yang menghubungkan Suku Baduy dengan masyarakat luar. Jembatan itu terdiri dari ikatan akar yang saling terkait dengan kokoh, sedangkan bagian bawahnya terdapat bambu yang juga dapat digunakan sebagai jalan.

Tidak ada yang tahu bagaimana jembatan ini tercipta. Beberapa masyarakat menyakini bahwa ini terjadi secara alami dan merupakan bentuk dari pemberian alam kepada masyarakat Baduy, tapi beberapa masyarakat juga memperkirakan jembatan ini merupakan buatan suku Baduy.

Jembatan akar adalah salah satu bukti kehebatan masyarakat Baduy dalam bersinergi dengan alam. Namun, apapun fakta tentang jembatan akar ini, keberadaan jembatan ini adalah saksi keberadaan dan kehidupan dari Suku Baduy. Namun sebelum itu, siap-siap melewati medan perjalanan yang menantang ya!
TERMINAL CIBOLEGER
JEMBATAN AKAR

PERJALANAN MENUJU JEMBATAN AKAR






MT. RAJABASA - LAMPUNG (1.281 mdpl)


Gunung Rajabasa adalah gunung berapi dengan kerucut vulkanik yang terdapat di Selat Sunda di bagian tenggara dari Sumatera, terletak di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Memiliki puncak kawah dengan lebar 500x700 meter dengan bagian daratan berawa, gunung berapi diselimuti dengan berbagai vegetasi. Walaupun aktivitas fumarol terjadi di bagian kaki dan lereng gunung. Terjadi kenaikan aktivitas yang dilaporkan terjadi pada April 1863 dan Mei 1892 serta tidak diketahui kapan terjadi erupsi. Gunung Rajabasa kurang lebih berjarak 5 km dari Kota Kalianda ke arah selatan, terletak tidak jauh dari pantai sehingga gunung ini bisa terlihat dari laut pada penyeberangan Merak - Bakauheni. Dengan ketinggian 1,281 mdpl


Kami berangkat dari Sumur Kumbang, desa di kaki Gunung Rajabasa. Kampung ini berjarak 5 kilometer dari Kalianda, ibukota Lampung Selatan dan dihuni warga suku Sunda.kebetulan itu adalah kampung kakek dan nenek yang juga tempat lahirnya ayah saya.

Dari informasi yang saya dapat sebelum melakukan pendakian,Total waktu pendakian sekitar 6-8 jam perjalanan.Namun saya beserta rombongan mampu mencapai puncak dalam waktu  4 jam saja, Ada sekitar 5 pos hingga ke Puncak. Dan jarak setiap pos kurang lebih berjarak 1 km.

Cukup banyak tempat untuk mendirikan tenda selama jalur pendakian. Bekal air sebaiknya dipersiapkan sebelum naik . Masih banyak sumber mata air sebelum pos 1, setelah itu, tidak ditemukan sumber air. seperti yang kami alami, kehabisan stock air bersih saat mencapai puncak. Akibatnya kami harus menahan haus dan mengalami dehidrasi hingga kembali turun ke pos 1 yang terdapat mata air.
mata air di pos 1

Selama mendaki hingga Pos 1, dijumpai banyak mata air. Para pendaki selalu memakai air itu untuk bekal berkemah. Airnya jernih dan bersih, bisa langsung diminum tanpa terlebih dulu direbus. Mata-mata air itu selama ini menjadi sumber air bersih bagi warga yang tinggal di kaki Gunung Rajabasa. Sebagai kawasan lindung, Gunung Rajabasa punya banyak fungsi ekologi. Di antaranya pengatur tata air, penstabil iklim, pencegah banjir, pengendali erosi, dan penjaga kesuburan tanah. Jasa lingkungan itu dinikmati warga 4 kecamatan dan 39 desa di Kabupaten Lampung Selatan. Karena itu, kerusakan hutan lindung seluas 4.900 hektare ini pasti berdampak buruk bagi mereka. Berbagai bencana alam dan kemiskinan merupakan ancaman yang sewaktu-waktu hadir. Sebelum mencapai Pos 1ada makam Syeh Mansyur, yang dikeramatkan. Tokoh dari Sunda ini perintis lahirnya Desa Sumur Kumbang. sesepuh desa juga mewanti-wanti pendaki agar tidak menebang pohon. Jalan kaki dari Desa Sumur Kumbang ke Pos 1 memakan waktu sekitar 1 jam. Di kiri kanan jalur pendakian terdapat kebun cokelat, kopi, lada, dan durian, milik warga. Orang yang belum pernah mendaki ke puncak Gunung Rajabasa, jangan coba-coba naik tanpa dipandu warga di sana. Sebab, risiko tersesat sangat besar. Jangan terjebak untuk terus naik mengikuti trek. Di sini banyak jalan yang biasa dilalui warga untuk menuju gubuk di kebun mereka. Salah memilih jalur, maka akan terjebak di jalur buntu sehingga pendaki harus balik lagi. Selain menghabiskan waktu dan tenaga, peluang tersesat juga besar sekali. 
pos 1 di siang hari
pos 1 di siang hari



Sampai di Pos 1, kami membersihkan diri di mata air yang jernih. Stamina harus dipulihkan setelah berjalan kaki 1 jam karena medan selanjutnya makin berat. Di sini udara belum terlalu dingin karena ketinggiannya baru mencapai 549 mdpl. Menuju Pos 2 jalur cukup jelas. Tetapi trekingnya kian terjal. Banyak jalur yang tertutup batu-batu besar dan pohon tumbang. Kebun warga sudah tidak ada di sini. Semuanya vegetasi hutan yang rapat.

di Pos 2. Ia berupa dataran yang cukup untuk mendirikan dua tenda buat berkemah. Di sini kami kembali beristirahat, melemaskan otot paha dan betis. Tak lupa memeriksa tubuh kalau-kalau ada pacet menempel. Maklum, Gunung Rajabasa memang dikenal sebagai gudangnya binatang kecil pengisap darah itu. Beristirahat sekitar 10 menit, kami melanjutkan perjalanan ke Pos 3. Jarak dari Pos 2 ke Pos 3 sesungguhnya pendek, tetapi medannya makin berat. Jalur benar-benar tertutup rapat oleh vegetasi. Di sini udara makin dingin. Maklum saja, ketinggian sudah hampir mencapai 1.000 mdpl. Pohon-pohon semuanya berlumut karena udaranya lembab akibat sinar matahari sulit menembus tajuk-tajuk pohon yang menutup rapat. Jurang di sisi kanan dan kiri membuat pendaki wajib ekstra hati-hati kalau mau selamat. Sementara jalurnya sempit, hanya cukup untuk pijakan kaki. Tanahnya mudah runtuh.  Kamipun beberapa kali mesti melompati batang kayu tua dan licin yang roboh merintangi jalur
 Sampai Pos 3, kami kembali beristirahat lima menit untuk melemaskan otot. Tetapi paha dan betis tentu tidak bisa terus dipaksa. Merasa cukup segar, kami meneruskan perjalanan ke Pos 4. Tetapi, lagi-lagi, jalurnya makin berat. Kami mesti melalui trek di bibir kawah. Tidak ada benda kering di sepanjang perjalanan menuju Pos 4. Tanah, batu, dan pohon, semuanya basah karena udara yang lembab. 

Sampai Pos 4, 

perasaan gembira hadir mengganti fisik yang lelah bukan main akibat berjalan kaki. Jarak ke puncak sudah dekat, sekitar 20 meter lagi. Tetapi beristirahat tetap dibutuhkan. Sebab, meskipun jarak sudah dekat, untuk naik ke puncak treknya curam dengan kemiringan hampir 90 derajat. sampailah kami ke puncak Gunung Rajabasa, Dari sini, bisa terlihat pemandangan dua sisi pantai. Sedangkan dua sisi lainnya tampak pepohonan yang lebat dan angker. Puncak ini tidak terlalu luas, hanya berupa dataran rumput memanjang, cukup untuk dipasang 3 tenda. 
puncak rajabasa


puncak rajabasa

Di puncak ada jalur turun menuju kawah yang sudah menjadi danau,dan waktu tempuh sekitar 30 menit dari puncak jika berjalan cepat. Jalur menuju kawah hampir sama seperti cikuray,saat dada bertemu paha.karena kontur tanah yang lembab di jalur menuju kawah,tidak diherankan jika disitu menjadi sarang PACET atau sejenis lintah darat penghisap darah,Habitat pacet biasanya sering ditemukan pada lingkungan hutan hujan tropis, dimana dalam kondisi lingkungan yang lembab. Kehadirannya sering ditemui pada ujung-ujung daun, batang pohon, jalur pendakian, rumput ataupun pada tempat lainnya yang notabene masih memiliki kelembaban..seperti yang saya beserta rombongan alami,saat itu teman yang berasal dari ambon melepas sepatu dan berjalan tanpa alas kaki,tanpa sengaja saya melihat kearah kakinya dan ternyata di kakinya sudah terdapat pacet yang sedang menghisap darah,kemudian saya berbisik ke salah satu rombongan yang juga adik kandung saya bahwa di kaki teman terdapat pacetnya.saya sengaja tidak memberitahu karena saya yakin teman-teman akan histeris ,terutama teman yang sedang di hisap darahnya hehehe,,, tapi rupanya si teman mendengar bisik-bisik kami dan pensaran bertanya ada apa?? Kami bilang tidak ada,untuk menenangkan suasana. Tapi ternyata, dia melihat kearah kakinya dan dia langsung teriak histeris.sontak saja teman-teman yang lain pun menjadi kaget dan suasana menjadi gaduh dan saling mengamati sepatu masing-masing. Setelah diyakini bahwa di sepatu mereka pun terdapat si PACET mereka lari kocar-kacir,tungang-langgang sambil teriak-teriak ketakutan ditengah rimbunnya pepohonan yang jarang dijamah oleh orang. Hasil gigitan pacet ini sebenarnya tidak berbahaya karena efeknya hanya berupa gatal. Dan hal itu membuat saya ketawa cekikikan,, yang kebetulan saya berada dibagian belakang.
operasi pengambilan pacet yang ada di kaki teman hehehe



 Hingga akhirnya kami pun sampai di kawah, dan beristirahat di batu cukup, Kabarnya, berapapun banyak orang yang naik ke atas batu tersebut akan selalu cukup dan tertampung di atasnya. Kawah selebar 500 x 700 meter ini berupa danau berawa yang menjadi bukti Gunung Rajabasa pernah meletus. Tetapi sampai sekarang tidak ada yang tahu persis kapan erupsi itu terjadi. Ada yang melaporkan aktivitas gunung api ini meningkat pada bulan April 1863 dan Mei 1892. Pusat mistis Gunung Rajabasa sendiri berada di kawah terutama sekitar Batu Cukup ini.Danau tersebut menjadi tujuan utama bagi penduduk lokal maupun orang yang khusus datang untuk berziarah
batu cukup

Setelah puas berfoto-foto dan menikmati alam dan pemandangan, akhirnya kami memutuskan untuk berkemas pulang pukul 4 sore,dan dalam perjalanan pulang kami bertemu dengan kk aji dan kawan-kawan anggota dari CICAK LAMPUNG (Comunitas Cinta Alam Kalianda) ,dan kami pun berbincang-bincang hingga pos 1. betapa senangnya kami,akhirnya bisa menemukan air di pos 1 untuk minum dan memasak mie instan. makasih ya kk aji dkk. untuk kompor dan sendoknya,,, walaw aku gak kebagian sendok dan akhirnya pake daun coklat makannya.hehhehe,,,







Salam Lestari ,,,,

Adzi Azhari
https://www.facebook.com/adji.azhari?fref=ts

Rahma Pratwiwi
https://www.facebook.com/rahma.pratiwi.35?fref=ts

Lisin
https://www.facebook.com/rubeen.ajeng?fref=ts

Elang
https://www.facebook.com/hidayat.tuxdilupkan?fref=ts

Veronika Batlayeri
https://www.facebook.com/beo.masihmembisu?fref=ts

Kamsin
https://www.facebook.com/kamsin.aja.7?fref=ts

Noni Widayanti
https://www.facebook.com/profile.php?id=100009297503283&fref=ts

Liche Batlayeri
https://www.facebook.com/van.dhershiz?fref=ts
Yori
https://www.facebook.com/Yorifirman.d?fref=ts
Salam Lestari,,,,